TAFSIR BUDAYA MISTIS
Budaya bukanlah sesuatu yang asli (genuine), tapi hasil
konstruksi manusia setiap jamannya. Karena itu,setiap masa memiliki tafsir
sendiri tentang kepemilikan budaya. Salah satu budaya yang mengakar kuat di
masyarakat adalah mistisisme.
Dalam masyarakat Indonesia,budaya mistisisme hampir bisa
ditemukan dalam setiap jengkal kehidupan. Masyarakat Jawa, misalnya, mengenal
adanya upacara-upacara adat (slametan), kepercayaan terhadap makhluk halus
(memedi, lelembut, tuyul, demit), dan keyakinan berbau sihir (santet,
pesugihan, pelet). Khusus tentang mistisisme Jawa, Clifford Geertz
mengeksplorasi dengan baik dalam karyanya The Religion of Java dan Abangan,
Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa.
Dalam perkembangannya,budaya mistisisme ini dicuri oleh
kehadiran industri. Fenomena mistis mengalami kapitalisasi setelah hadir dalam
beragam tayangan mistis. Bahkan, acara-acara mistis ternyata mendapat animo
cukup besar di kalangan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari menjamurnya acara
serupa. Mulai dari film Bangsal 13, Jelangkung, Pocong, Suster Ngesot, Hantu
Jeruk Purut, Bangku Kosong,Kuntilanak, Jembatan Casablanca,sampai dengan
reality show yang pernah laris, seperti Dunia Lain, Gentayangan,danPemburu
Hantu.
Dengan adanya “kapitalisasi mistis”, masyarakat Indonesia
terpaksa menerima begitu saja (take for granted) tayangan tak rasional yang
menumpulkan akal pikiran. Padahal, jelas bahwa fenomena demikian menurut indra
dan akal –secara filosofis sebagai sumber pengetahuan? tak dapat diterima. Hal
ini tentu akan berpengaruh buruk terhadap generasi ke depan. Tentu semua pihak
tidak bisa tinggal diam. Harus ada upaya merebut makna mistisisme dari
kontaminasi kapitalisasi yang menjerumuskan. Salah satunya dengan membajak
tafsir budaya mistisismenya.
Mistisisme yang berkembang di masyarakat jangan lagi
ditafsirkan sebagai kepercayaan terhadap eksistensi kekuatan mistis yang jelas
tidak rasional. Ia harus ditafsirkan sebagai kearifan lokal, ikatan sosial
masyarakat, dan kebutuhan akan nilai kebersamaan. Cara pandang ini jelas tidak
menolak atau menghilangkan mistisisme. Mistisisme tetap diterima, tetapi
dimaknai sebagai kebutuhan untuk menjaga harmonisasi hubungan masyarakat.
Upacara slametan, misalnya, tetap diterima, tapi dalam
pemahaman sebagai upaya harmoni sosial. Slametan menjadi mekanisme untuk
memelihara nilai-nilai lokal seperti kebersamaan, kekerabatan, dan kerukunan.
Bukan dijadikan sebagai perantara meminta kekuatan di luar manusia (mistis)
untuk memberi keselamatan. Dengan demikian,adanya slametan tetap bisa sebangun
dengan perkembangan modernitas jaman.
Esensi Menafsirkan Mistisisme
Demi menyelamatkan generasi mendatang, sepatutnya dilakukan
upaya membongkar nalar mistis menjadi nalar ilmiah. Dalam pengamatan penulis,
selama ini tak banyak yang konsen terhadap isu ini. Usaha untuk mengubah cara
berpikir dari nalar mistis ke nalar ilmiah tampaknya masih jarang sekali
tersentuh.Padahal, jika kita tengok sejarah, revolusi Industri di Eropa 1700-an
silam sebenarnya diawali dengan gelombang penolakan terhadap hal-hal takhayul.
Bagaimana kita mengharapkan tunas bangsa Indonesia menemukan
teknologi baru, ide-ide cerdas, dan segudang penemuan lainnya, jika nalar
mistis telah ditanamkan sejak kecil. Persoalan yang biasanya dihadapi adalah
mereka yang berpikir rasional akan dituduh sebagai atheis. Seolah kepercayaan
terhadap Tuhan berarti harus percaya kepada semua fenomena mistis. Jika menolak
mistisisme, sama artinya tak percaya terhadap Tuhan (atheis), padahal kedua
kepercayaan tersebut adalah sesuatu yang berbeda.
Contoh menarik seperti yang dilakukan Andre Kole, seorang
pesulap (illusionist) sekaligus pendeta taat, bersama David Copperfield melalui
Campus Crusade for Christ telah lama mewacanakan antimistis dengan pendekatan
secara agamis. Dalam berbagai ceramahnya, dirinya selalu mengingatkan akan
bahayanya berpikir ala mistisisme dan secara agama (Nasrani), mistisisme itu
bertentangan. Melalui metodenya mind games, Andre Kole sering kali membongkar
kepercayaan masyarakat Barat mengenai Unidentified Flying Object (UFO),
keahlian para cenayang, penampakan hantu, dan keajaiban-keajaiban lainnya.
Perkembangan dunia sulap, hipnosis, Neuro Linguistic
Programing (NLP), ditambah pendekatan lain seperti psikologi, etnografi, dan
sebagainya, kini mampu memberi penjelasan teoritis bagaimana proses mistis
semacam itu bisa terjadi. Kekuatan semacam kebal api,senjata tajam, tidur di
atas paku, berjalan di atas serpihan kaca, kini tak harus dilihat sebagai ilmu
kebatinan tingkat tinggi.
E Tryar Dianto,
Peneliti di Indonesia Rasionalistic Institute (IRIs)
Bidang Kajian Mystical Phenomenon
_________________________________________
Tulisan asli ada di Seputar Indonesia, Minggu, 27/01/2008.
Link internet bisa dilihat di Hyperlink to
indonesiaindonesia.com
Post a Comment: